Assalamualaikum ^_^
Huf... capeknya, jadi bingung mo nulis apa?
Tentang contreng, udah kebanyakan, mo yang ilmiah ntar keberatan, he2 sebenernya emang nggak sanggup :P
Bismillah,
Ceritanya tentang pengalaman Dini mulai ngajar pertama kali di Mts Manba'ul Hidayah Palembang. Sebuah sekolah yang tidak terlalu besar. Dini dapet tawaran ngajar di sana setelah tamat kuliah (Januari 2009). Ketika Dini pertama kali mengajar di sana, ada seorang guru bilang "Ngajarnya yang sabar ya." Dini cuma balas dengan seutas senyum, toh Dini ngerasa kegiatan mengajar n menghadapi siswa insyaallah dah biasa. Saat itu Dini dapet jatah ngajar di kelas sembilan. Pertama kali Dini memasuki ruangan kelas, terlihat wajah-wajah yang ceria, mungkin ni kebiasaan kalo ada guru baru, hampir sama kayak Dini dulu sekolah.
Kegiatan Dini awali dengan mengabsen siswa satu persatu, tidak lupa ketika mengabsen siswa Dini menyuruh mereka tuk menyebutkan nama panggilan mereka, mata pelajaran yang tidak mereka sukai dan tidak sukai berdasarkan alasan, serta cita-cita. Tapi kegiatan itu tiba-tiba terhenti ketika Dini memanggil siswa yang bernama Taufik Mardenis.
Pandangan Dini terpaku, tepat di depan meja Dini. Susunan bangku yang paling depan di sudut kanan. Seorang siswa yang asik tertidur sambil menelungkupkan kepala. Dini coba berdehem di sampingnya, tapi sepertinya dia tidak perduli. Dini coba lebih mengeraskan suara ketika Dini menjelaskan, tapi ia masih tak bergeming. Dini arahkan pandangan pada teman-temannya yang lain, sambil menggerenyitkan dahi, seolah bertanya.
Lalu ada siswa yang berada di deretan bangku nomor tiga tepat di sebelah kanan nyeletuk, "Biaso buk." Logat bahasa Palembangnya masih sangat kental.
Dini balas bertanya "Bener ya, memang biasa, dia tidur seperti ini?" Kali ni Dini arahkan pandangan Dini ke seluruh siswa. Tanpa di beri aba-aba, serentak mereka semua mengangguk. Akhirnya Dini pake jurus terakhir. Dini goyangkan bahunya, mungkin karena ia tersentak kaget akhirnya ia mendongakkan kepalanya dan segera membenahi posisi duduknya.
Dini lalu bertanya, "Kok, tidur nak?"
"Maaf, bu." Katanya santai dengan menggunakan logat bahasa Jakarta dan seolah tak terjadi apa-apa.
Dini hanya bisa berkata, "Ya sudah, lain kali jangan tidur lagi ya. Apalagi kalau sedang ada gurunya."
Dia hanya diam saja, tanpa mengatakan iya atau tidak sebagai pertanda kesepakatan.
Dini pun melanjutkan kegiatan mengabsen Dini yang sempat tertunda. Ternyata nama panggilannya cukup dengan Denis, mata pelajaran yang disukai dan tidak disukai tidak ada, dan cita-cita pun belum tahu.
Saat jam istirahat, Dini berkumpul di ruang guru, bersama guru-guru yang lain. Kesempatan ini Dini gunakan untuk bertanya tentang siswa yang bernama Denis yang tidur di dalam kelas. Anehnya semua guru yang Dini tanya mengenai Denis menjawab kalau kegiatan Denis tidur di kelas itu sudah biasa. Malah ada guru yang sudah menyiramnya dengan seember air. Ada yang sudah melemparinya dengan vas bunga plastik yang biasa menghias di meja guru, sampai vas itu terbelah dua. Ada yang melemparinya dengan kapur bahkan penghapus. Tapi toh ternyata ia tak pernah jera. Mungkin sudah jadi kebiasaanya untuk tidur.
Ketika hari selajutnya Dini mengajar di kelas sembilan lagi. Dini mempunyai cara yang sedikit jitu. sebelum memulai pelajaran, Dini menyuruhnya untuk membasuh mukanya di kamar mandi biar segar.
Satu minggu kegiatan mengajar Dini di sekolah itu alhamdulillah berjalan lancar. Tapi ternyata hal itu berlangsung sementara. Dini ingat sekali, pada saat itu hari Senin. Ketika Dini sedang memberikan materi di kelas sembilan, tiba-tiba Dini di panggil kepala sekolah. Dini pun segera memberikan latihan, untuk segera mereka kerjakan sementara saat Dini ke ruang kepala sekolah.
Ternyata di ruang kepala sekolah ada rapat mendadak mengenai, siswa kelas sembilan yang akan menghadapi UN tahun ini. Rapat mendadak ini berjalan sekitar lima belas menit. setelah itu Dini kembali ke kelas. Terlihat para siswa sedang mengerjakan latihan mereka, walau ada sebagian yang pura-pura. Tapi lagi-lagi pandangan Dini hampir lengah, ternyata siswa yang bernama Denis itu kembali tidur. Dini bener-bener nggak habis pikir.
Dini mencoba bertanya kepada teman-temannya, kenapa dia bisa seperti ini? Tapi mereka bilang tak tau. Mereka bilang kalau Denis adalah siswa pindahan dari Jakarta dua bulan yang lalu, Denis adalah orang Padang yang terkenal pelit (maaf klo ada yg berasal dr Padang) kalo di minta sumbangan atau uang fotocopy, ia tak pernah mau. Tapi kalau urusan uang jajan, ia nomor satu. Dia bisa makan nasi gemuk dua piring.
Ketika teman-temannya sedang bercerita tentang dia, tak disangka ia terbangun dan langsung berujar "Bukan, kayak itu bu!"
Dini dan semua siswa terkejut. Kami tidak menyangka kalau ternyata ia mendengarkan pembicaraan kami. Sejenak suasana pun hening. Dini mencoba untuk mengendalikan suasana.
"Lho, ibu kira Denis tidur?"
"Saya sebenarnya nggak mau sekolah di sini. Tapi keadaan yang memaksa saya. Saya tinggal di Jakarta sama ibu saya dan adek saya, bapak saya meninggalkan kami. Waktu sekolah saya jadi tukang copet bu. Saya bersama temen-temen saya mencopet pada setiap acara konser.Saya diberhentikan dari sekolah. Saya malu sama ibu, akhirnya saya minggat. Saya tinggal sama temen-temen saya sesama pencopet. Suatu hari saya ketemu seorang bapak yang baik sama saya, dia menolong saya, dia membuka hati saya. Saya akhirnya tinggal bersama dia dan bekerja menjaga tokonya. Suatu hari saya bertemu dengan tetangga ibu. Keesokannya ternyata ibu yang datang bersama tetangganya itu untuk menjemput saya. Saya sudah tidak bisa mengelak, lagipula Bapak itu mengizinkan. Sesampai di rumah ternyata ada paman saya dari Palembang. Terus dia bilang kalo saya lebih baik tinggal bersamanya saja di Palembang, dia akan menyekolahkan saya. Ibu saya langsung setuju, tanpa menanyakan pendapat saya. Akhirnya saya ke Palembang dan sekarang sekolah di sini. Saya suka tidur di sekolah karena saya capek, bu. Saya tinggal bersama paman dan keluarganya. Kerja saya sebelum pergi sekolah, mencuci piring, beres-beres rumah, mencuci baju yang bukan milik saya. Saya sebenernya tidak kesal mencuci baju paman dan bibi saya, tapi saya kesal mencuci baju anak-anaknya, apalagi mereka perempuan. setela kerja baru mandi dan pergi sekolah samapi belum sempat sarapan. saya di kasih uang lima ribu, dua ribu untuk ongkos pp, sedang tiga ribu untuk jajan, kalo saya makan banyak, itu karena saya lapar. Pulang sekolah harus ke pasar Lemabang, bantu jualan barang pecah belah sampai jam sebelas malam, setelah itu mengangkat barang-barang pesanan sampai jam dua belas malam, sampai di Brumah cucian piring sudah menunggu, rumah pun harus dirapikan. badan ini rasanya capek nian bu. Makanya saya sering tidur di kelas."
Kami semua terdiam, dasar Dini memang mudah sensitif, langsung jatuh deh air mata.
"Masih mending (wajar) kau Denis, kalo bagi aku itu biaso (biasa). Aku dulu tinggal di panti asuhan, di suruh begawe (bekerja)terus, malah sering di kasih nasik basi (nasi yang sudah basi)" Fitriani berujar. Hati ini rasanya perih nian. Dini bener-bener nggak nyangka. Belum sempat Dini berujar, tiba-tiba Putri menambahkan, "Aku cuma tinggal beduo samo kakak aku, mamak samo bapak aku lah meninggal, susah seneng kamo bagi samo-samo." Dan tak disangka, akhirnya kami sekelas menangis.
Dini tak menyangka kalau setelah cerita Denis, semuanya terungkap, mulai, dari Rosita, yang tinggal dengan pemilik yayasan sekolah.Orangtuanya tidak mampu menyekolahkannya. Dini tahu rasanya tinggal bersama orang lain yang bukan orang tua kita, karena Dini pernah mengalaminya, kita harus bisa menahan hati, sabar, harus rajin, dan harus membuat orang itu senang. Fitri, yang tinggal di panti asuhan yang sebenarnya oengtuanya masih ada. Ternyata ada, panti asuhan tertentu yang sengaja memanfaatkan anak-anak untuk usaha mereka, apalagi kalau akan datang penyumbang dana.Arif, yang sejak kecil di tinggal ayahnya dan baru-baru ini juga harus kehilangan ibunya, Putri, yang memang sudah yatim piatu. Fajar, yang semenjak ayah dan ibunya bercerai kini tinggal dengan neneknya, setiap pulang sekolah selalu pulang untuk makan nasi karena tidak ada uang untuk jajan, sedangkan yang lain alhamdulillah keluarganya masih lengkap, dan berkecukupan.
Tadak menyangka ini akan jadi acara curhat bersama. semenjak saat itu, Dini semakin akrab dengan mereka, tali persaudaraan dan pengertian antar sesama mereka pu semakin kuat terjalin. Dini selalu berusaha membuka pikiran mereka dan memberi semangat mereka, walau kadang diri dini pun sedang tek bersemangat. Sering juga sih Dini kelupaan, memberikan semangat, tapi Dini justru seneng karena mereka malah yang bertanya, "Mana kata-kata motivasinya bu?" atau sering bilang "Semangat". soalnya Dini kalau melihat mereka tidak semangat belajar, dini suka bilang "Semangat." :P
Alhamdulillah ujian tahun ini mereka lulus, walau baru lima bulan mengajar mereka, rasanya mereka bener-bener suada lama berada di hati Dini.
Alhamdulillah, akhirnya selesai juga ceritanya. Huf... capek nian. Mana tadi habis jadi saksi, mari tetap kita lanjutkan, he2 :P Alhamdulillah diri ini masih bisa bermanfat bagi orang lain.
"Sebaik-baik manusia adalah ketika ia bermanfaat bagi orang lain."
SEMANGAT YA SAHABAT ^_^